itahpost.com, Banjarbaru — Sidang lanjutan perkara perdata No. 62/Pdt.G/PN.BJB/2025 antara Robert Hendra Sulu, S.H. selaku Penggugat melawan Pdt. Samrud Peloa S.Th dan Pdt. Yosep Bates Raku S.Th kembali digelar di Pengadilan Negeri Banjar Baru, Kamis (20/11/2025). Persidangan yang membahas dugaan perbuatan melawan hukum itu turut menghadirkan dua saksi dari pihak Penggugat, masing-masing dari unsur jemaat dan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sementara itu, pihak Tergugat hadir didampingi dua kuasa hukum.
Sidang sempat berlangsung tegang akibat perdebatan antara pihak yang berperkara, namun majelis hakim berhasil mengendalikan jalannya persidangan sehingga proses dapat tetap dilanjutkan sesuai agenda.
Upaya peliputan oleh awak media sempat terkendala karena adanya pembatasan akses dari pihak Tergugat, sehingga jurnalis tidak dapat memperoleh keterangan langsung di dalam ruang sidang. Seusai persidangan, Robert menjelaskan bahwa agenda kali ini berfokus pada pemeriksaan dua saksi yang diajukannya.
Salah satu saksi, Franstano, anggota majelis jemaat yang telah mengabdi belasan tahun, memberikan kesaksian penting. Ia menyebut bahwa pencabutan surat kuasa seharusnya diputuskan melalui rapat majelis, namun dalam kasus ini dilakukan secara sepihak oleh Samrud tanpa koordinasi. Ia juga mengungkap adanya perjanjian perdamaian tertanggal 17 Februari 2024 terkait penyelesaian hutang gereja. Menurutnya, jemaat tidak pernah menerima informasi soal hutang sebesar Rp250 juta maupun kekurangan dana Rp256 juta yang muncul setelah penghitungan denda atas sisa pembayaran lahan yang belum dilunasi.
Kesaksian dari pihak BPN turut menjadi sorotan. Saksi menjelaskan bahwa peta bidang lahan sebenarnya telah terbit sejak permohonan diajukan pada 2022. Namun, proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan karena terdapat kekurangan pembayaran sebesar Rp256 juta. BPN bahkan mengembalikan berkas kepada Robert dan meminta klarifikasi sesuai perjanjian sebelumnya, sehingga penerbitan sertifikat hingga kini masih terhambat.
Robert menyebut bahwa perselisihan tersebut kini telah berkembang menjadi tiga perkara hukum sekaligus. Pertama, perkara pidana yang masih berjalan di Kepolisian. Kedua, gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Pdt. Samrud Peloa dan Pdt. Yosep yang saat ini memasuki tahap pemeriksaan saksi. Ketiga, gugatan Wanprestasi No. 118/Pdt.G/2025/PN.BJB terkait hutang pribadi Samrud Peloa, yang dijadwalkan mulai disidangkan pada 25 November 2025.
Sementara itu, Dr. Samsul Hidayat, M.H., kuasa hukum Robert dari Kantor Hukum Robert Hendra Sulu, membenarkan bahwa pihaknya telah mendaftarkan gugatan wanprestasi atas dasar tidak dilunasinya pembayaran jual beli lahan parkir. Ia menambahkan bahwa selain perkara wanprestasi, pihaknya juga menggugat tindakan pencabutan kuasa yang dinilai dilakukan secara sepihak serta melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polres Banjar Baru.
Dr. Samsul menutup keterangannya dengan menyatakan harapan agar pihak Tergugat dapat segera menyelesaikan hutang yang nilainya kini mencapai Rp8 miliar. Menurutnya, kerugian yang dialami Penggugat tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga hilangnya kesempatan pemanfaatan lahan yang nilai ekonominya terus meningkat. Ia menilai wajar jika Penggugat menuntut ganti rugi melalui jalur pengadilan demi memperoleh kepastian hukum.
Iswandi (Red.)








